“Bagi sebagian orang, perpisahan adalah awal sebuah kisah baru. Kisah yang tak pernah dapat kita tebak jalan ceritanya. Kisah untuk saling menunggu kejutan yang ada di baliknya. Cuma masalah waktu, usah kau gusar memikirkannya, aku dekat dalam pikiranmu”.
Aku benci tempat ini. Melihat banyak orang berseliweran,
mendorong baju dan barang bawaan mereka. Menunggu dan mengucapkan salam
perpisahan. Beberapa saling memeluk –mendekap erat, mencium kening serta
melambaikan tangan.
Aku selalu benci tempat ini, tempat dimana keluarga saling
berpisah, seorang saudara harus menunggu sebuah perjumpaan yang kita pun tak
pernah tahu persis kapan akan kembali saling bertegur sapa, melihat mata ke
mata serta melihatmu tersenyum ke arahku.
Pagi itu kita berpisah, setelah sebelumnya kita bertemu.
Hanya beberapa jam saja memang, beberapa hitungan menit yang kemudian
menyatukan kita. Seakan aku mengenalmu lama dan tak ingin melepasmu pergi,
jangan tinggalkan aku – begitu kataku dalam hati, mencoba mengeluarkannya lewat
suara lirih namun aku terlalu bahagia setiap saat hendak melihat kedua bola
matamu, tak kunjung ku katakan. Kupendam di dalam hati, hanya tersenyum setiap
kali mencoba menyusun sebuah kalimat. Kalimat perpisahan. Aku sayang kamu, tak
perlu kuucap berkali-kali karena kita pernah berbicara dari hati, kau tahu
bagaimana perasaanku padamu. Tak perlu sebuah deklarasi hanya sebuah pengertian
dan kepercayaan, kalau kita akan saling menjaga dan tetap tersenyum saat
memandang satu sama lain
“Hati-hati ya!”, kataku pelan seakan tak ingin melepasmu,
sungguh tak ingin.
Ingin berkata lebih, cukuplah sepenggal kata ini terucap,
Kiranya bisa kau lihat ekspresi wajahku saat mengantarmu, masuk ke dalam peron.
Entah apa yang menghalangiku, ak hanya melambaikan tangan di
antara antrian orang yang berjejal mengejar kereta tujuan Jakarta pagi itu.
Tanpa tergerak sedikit pun untuk ikut mengantarkanmu menunggu kereta. Kita
hanya terdiam, saling pandang seakan ingin memeluk erat satu sama lain. Jangan
pergi...
Semakin jauh ku lihat samar wajahmu, ak masih mengenalmu
bahkan dengan jarak sejauh itu, tentang kebiasaanmu, tentang kebiasaan kita
yang bertemu lewat dunia maya di jam dan hari yang biasanya kau tentukan –
menyesuaikan waktumu, waktu kita .
Lima menit berselang, stasiun pagi itu makin gaduh, recok
dengan puluhan orang berjejal masuk mengejar kereta. Sementara itu, aku segera
membalikan badan, berjalan ke arah cahaya yang masuk lewat dua pintu besar di
ujung stasiun. Aku benci harus berpisah, bagiku kita tidak pernah benar-benar
berpisah! Jangan katakan itu, jangan hinggap di benakku dengan serbuan kata
berpisahan. Kita masih bisa tertawa, saling berkirim salam dan saling menjaga,
merangkul perasaan yang sempat tertaut.
Hanya satu yang ku rindukan, bagaimana kau membuatku tersenyum
dengan letupan cerita ceriamu, membuatku begitu antusias ketika mendengar nada
dering pesan singkat yang datang di telepon selularku, membuatku selalu
tersenyum melihat rangkaian kata dari balik layar hitam putih itu, membuatku
selalu menunggu untuk bertemu kamu, ya kamu yang di sana, kamu yang sedang
duduk di dalam kereta pukul 09.15.
@permanarikie
*Pic was borrowed from http://vi.sualize.us/12_media_tumblr_azn7wsuv4n7cx3cn6kjgmrlvo1_500_train_black_amp_white_window_picture_4uZQ.html