Fake Smiling! Are u professional on that? :)
By Riki Rachman Permana - Tuesday, October 30, 2012
EccedentesiastNoun.A person who fakes smile!
Bekerja di industri komunikasi memang kerap menuntut kita
untuk selalu tampil “segar”. Bukan hanya terlihat segar secara fisik, namun
yang terpenting adalah segar dalam hal ide. Banyak praktisi komunikasi telah
membuktikannya, beberapa tren yang saya lihat adalah pemain di industri
komunikasi mulai diwarnai oleh gairah kaum muda yang energik sekaligus
menampilkan ide segar yang ciamik.
Mereka masih tergolong muda, cerdas, menarik dan “kaya” akan
ide. Kemampuan presentasi bukanlah hal yang sulit, bahkan sudah menjadi makanan
sehari-hari buat mereka. Brainstorming
ide mungkin menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakukan, terlebih jika project komunikasi yang mereka garap
bisa berhasil menggaet klien.
Berjalan dengan pakaian yang eye catching, lengkap dengan atribut gadget ter-anyar semakin membuat penampilan para “eksekutif muda”
ini terlihat sungguh segar! Terlihat sibuk, mereka tetap terlihat gaya dan
modis, mengundang decak kagum. Muda dan berada di zona karir keren, apa lagi
yang mereka cari?
Semuanya terlihat begitu segar bukan? Itulah yang pada
awalnya membuat saya tertarik untuk masuk jurusan Public Relations. “Pemandangan” sosok PR idola seperti yang saya
lihat memang mewarnai hampir setiap perkuliahan yang saya ikuti. Kagum tentunya
melihat gaya bicara apalagi gaya berpenampilan mereka yang modis, benar-benar terkesan
smart!
Pengalaman serupa pun pernah saya rasakan ketika magang di
sebuah perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang consumer goods. Kebetulan manager
saya merupakan orang yang amat sangat memperhatikan penampilan, sekedar
informasi dia adalah seorang Pria. Tentu sebagai mahasiswa magang, melihat
penampilan si Bos yang amat sangat modis ini menjadikan sebuah perasaan yang
tidak enak jika berkaca pada diri sendiri, tapi tidak merasa terbebani juga,
toh saya pikir untuk berpenampilan seperti dia mana mungkin dengan salary anak magang saya bisa
menandinginya, hehe…
Hingga akhirnya saya benar-benar bekerja di bidang
komunikasi. Sebagai PR officer di
sebuah perusahaan nasional yang juga bergerak di bidang consumer goods, setiap harinya memang saya dituntut untuk
berpenampilan ala kantoran yang cukup formal, tidak masalah buat saya meskipun
memang lebih nyaman menggunakan celana jeans
ketika bekerja, tapi toh ini bukan penghambat saya untuk bekerja.
Dimulai dari tanggal 26 September hingga 30 September adalah
kali pertama saya mengunjungi kota Medan. Dalam kesempatan ini, saya
mendapatkan tugas untuk menjalankan program kehumasan bagi salah satu brand di
bawah perusahaan kami yaitu Vegeta. Sebuah brand yang sudah cukup lama saya
kenal. Tidak terpikirkan bahwa suatu hari bisa mengerjakan project untuk brand
ini, karena saya mengenalnya sejak duduk di Sekolah Dasar :)
Jujur, saya sangat excited ketika diberikan project ini.
Mendapatkan pengalaman untuk menjalankan sebuah program di luar kota menurut
saya menjadi sangat amat menantang. Tentunya tipikal orang serta culture yang
akan saya hadapi pasti berbeda dari gambaran Jakarta sehingga butuh waktu bagi
saya untuk belajar mengenal bagaimana kebiasaan warga Medan, culture mereka
serta media apa yang kiranya efektif untuk mengomunikasikan program yang akan
saya jalankan. Untuk itu saya meminta kepada pihak management agar diberi waktu
selama 4 hari survey demi mendapatkan gambaran langsung tentang kondisi kota
Medan.
Program kehumasan Vegeta ini sendiri sengaja dilakukan
melihat berbagai alasan yang tentunya tidak bisa saya sebutkan di sini. Namun
yang pasti, kami sepakat bahwa edukasi tentang pentingnya mengonsumsi makanan
berserat penting diberikan kepada warga Medan. Karena berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka asupan serat
warga Sumatra tergolong rendah, dan kota dengan asupan serat terendah adalah
kota Padang, sedangkan Yogyakarta merupakan kota dengan konsumsi serat
tertinggi di Indonesia.
Hal ini saya temui di Medan. Sangat sulit mencari tempat
makan yang menawarkan hidangan sayuran, berhubung saya sangat suka sayuran dan
buah-buahan alhasil ketika berada di Medan saya pun kesulitan mencari menu “hijau”
ini. Kebanyakan memang saya jumpai rumah makan Padang atau masakan Aceh yang
jelas sangat identik dengan santan, sesekali memang enak, tapi lama-kelamaan
kangen juga dengan sayuran :)
Perencanaan yang cukup matang telah kami lakukan di Jakarta,
strategi komunikasi, channel komunikasi hingga siapa target komunikasi yang
akan kami bidik. For the 1st time, saya merasa bahwa YES! komunikasi
memang menjadi poin penting yang tidak bisa dilewatkan oleh perusahaan. Melalui
komunikasi, kita bisa menanamkan nilai serta mengubah persepsi konsumen dari
yang awalnya negatif atau apatis menjadi positif dan peduli tentang satu
produk, it’s all about image :)
Bulan Oktober adalah eksekusi pertama (term 1) untuk program
PR Vegeta, kami merasa bahwa perlu adanya edukasi langsung kepada kelompok-kelompok
masyarakat khususnya perempuan usia 25 tahun ke atas dengan SES B & C
karena merekalah target marketing dari Vegeta. Disamping keputusan pembelian
barang kebutuhan rumah tangga pun ada di tangan perempuan, kami melihat bahwa
perempuan dapat menjadi agen komunikasi yang impactfull dan memiliki pengaruh
besar di lingkungannya.
Terhitung mulai tanggal 6 Oktober hingga 23 Oktober (selama
22 hari), saya ditugaskan untuk melakukan edukasi mengenai pentingnya
mengonsumsi makanan berserat bagi kesehatan pencernaan. Untuk melakukan program
edukasi ini, saya mencoba menggandeng dokter setempat yang berasal dari
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) yaitu dr Desi Isnayanti dan dr
Meizly. Ditargetkan program ini dapat berjalan di 25 komunitas perempuan di
kota Medan. Beberapa komunitas yang menjadi sasaran kegiatan kami diataranya
adalah komunitas senam, pengajian, arisan, dan PKK.
Sepanjang kegiatan edukasi berlangsung, banyak hal menarik
yang saya temukan, mulai dari kebiasaan pola makan masyarakat Medan yang memang
sangat minim sekali mengonsumsi sayur dan buah sehingga mengakibatkan
konstipasi (sulit buang air besar), daya tarik kelompok dalam mempengaruhi
perubahan perilaku seorang konsumen, hingga pola komunikasi yang perlu
disesuaikan untuk dapat meraih simpati target komunikasi Vegeta.
Alhamdulillah, sebanyak 28 komunitas perempuan di Medan
berhasil kami datangi. Perasaan senang pasti ada, mengingat ini pengalaman
pertama saya pribadi berjumpa dengan komunitas, datang ke rumah warga yang
kadang jaraknya sangat jauh hingga mobil pun tak bisa masuk, kehujanan hingga
harus menggulung celana karena jalanan banjir sampai banyak ibu-ibu yang
berfoto dengan saya di akhir acara *jadi berasa artis ibu kota! Amazing! :)
Di akhir program, tepatnya tanggal 22 dan 23 Oktober, kami
melakukan talkshow di radio. Pemilihan radio pun mengacu pada riset Nielsen
yang menempatkan Radio Dangdut Indonesia serta Radio Simphony FM menjadi dua
radio dengan pendengar terbanyak di kota Medan khususnya bagi segmentasi
perempuan berusia 25 tahun ke atas dengan SES B&C. Pembicara dalam talkshow
radio ini bukan saya, sengaja saya minta dr Endang Giarwanty selaku PR
Executive didampingi oleh Prof. Gontar Siregar (Dekan FK USU) menjadi
narasumber dalam talkshow di dua radio tersebut agar lebih kredibel. Meskipun
tidak langsung ikut terlibat on air, namun kontrol key message, penetapan waktu
serta strategi komunikasi di radio tetap menjadi tugas kami yang harus
diperhatikan, satu pelajaran baru lagi! :)
Semua pengalaman bulan Oktober ini merupakan berkah tersendiri
buat saya. Untuk pelaksanaan program PR Vegeta, kami benar-benar menjalankannya
dengan bantuan tenaga internal, tanpa membayar agency/konsultan komunikasi!
Budget pun jadi bisa lebih ditekan, kontrol terhadap eksekusi kegiatan pun jadi
semakin terukur. Dan buat saya pribadi, ada rasa bangga karena bisa menjalankan
satu program yang awalnya hanya coret-coretan saya saja di buku agenda, program
ini akhirnya bisa terealisasikan. ide saya didengar dan dieksekusi oleh
company! Ahhhh, satu lagi pembelajaran dan pengalaman buat saya. Bulan November
serta Desember mendatang saya masih akan mengunjungi Medan untuk mengeksekusi
ide selanjutnya, nantikan laporannya. Doakan semoga semua berjalan lancar dan
banyak ilmu yang bisa saya serap. Sukses untuk kita semua :)
@permanarikie
“Jangan lupa dihapus ya sms kita di handphone kamu” pintanya.“Kenapa?” tanyaku polos, sedikit aneh.“Nggak, kalau-kalau ada yang lihat” jelasnya singkat.“Oke”
Aku menutup percakapan terakhir kami malam itu. Dengan
sengaja. Datar.
Malam itu seperti biasanya aku mematikan lampu hingga
seluruh ruangan gelap, hanya cahaya telepon selular menjadi penerang
sayup-sayup redup yang biasanya menemaniku hingga benar-benar terlelap masuk ke
dunia mimpi.
Aku coba membuka inbox, isinya hampir 226 pesan. Aku mulai
membacanya satu per satu. Begitulah caraku tertidur, bukan dengan menghitung
banyaknya domba seperti anak lainnya. Inbox pertama berisi pesan yang kau
kirimkan. Begitupun pesan-pesan selanjutnya. Kau masih mendominasi isi inbox di
dalam telepon genggamku.
“Bagi sebagian orang, perpisahan adalah awal sebuah kisah baru. Kisah yang tak pernah dapat kita tebak jalan ceritanya. Kisah untuk saling menunggu kejutan yang ada di baliknya. Cuma masalah waktu, usah kau gusar memikirkannya, aku dekat dalam pikiranmu”.
Aku benci tempat ini. Melihat banyak orang berseliweran,
mendorong baju dan barang bawaan mereka. Menunggu dan mengucapkan salam
perpisahan. Beberapa saling memeluk –mendekap erat, mencium kening serta
melambaikan tangan.
Aku selalu benci tempat ini, tempat dimana keluarga saling
berpisah, seorang saudara harus menunggu sebuah perjumpaan yang kita pun tak
pernah tahu persis kapan akan kembali saling bertegur sapa, melihat mata ke
mata serta melihatmu tersenyum ke arahku.
Pagi itu kita berpisah, setelah sebelumnya kita bertemu.
Hanya beberapa jam saja memang, beberapa hitungan menit yang kemudian
menyatukan kita. Seakan aku mengenalmu lama dan tak ingin melepasmu pergi,
jangan tinggalkan aku – begitu kataku dalam hati, mencoba mengeluarkannya lewat
suara lirih namun aku terlalu bahagia setiap saat hendak melihat kedua bola
matamu, tak kunjung ku katakan. Kupendam di dalam hati, hanya tersenyum setiap
kali mencoba menyusun sebuah kalimat. Kalimat perpisahan. Aku sayang kamu, tak
perlu kuucap berkali-kali karena kita pernah berbicara dari hati, kau tahu
bagaimana perasaanku padamu. Tak perlu sebuah deklarasi hanya sebuah pengertian
dan kepercayaan, kalau kita akan saling menjaga dan tetap tersenyum saat
memandang satu sama lain
“Hati-hati ya!”, kataku pelan seakan tak ingin melepasmu,
sungguh tak ingin.
Ingin berkata lebih, cukuplah sepenggal kata ini terucap,
Kiranya bisa kau lihat ekspresi wajahku saat mengantarmu, masuk ke dalam peron.
Entah apa yang menghalangiku, ak hanya melambaikan tangan di
antara antrian orang yang berjejal mengejar kereta tujuan Jakarta pagi itu.
Tanpa tergerak sedikit pun untuk ikut mengantarkanmu menunggu kereta. Kita
hanya terdiam, saling pandang seakan ingin memeluk erat satu sama lain. Jangan
pergi...
Semakin jauh ku lihat samar wajahmu, ak masih mengenalmu
bahkan dengan jarak sejauh itu, tentang kebiasaanmu, tentang kebiasaan kita
yang bertemu lewat dunia maya di jam dan hari yang biasanya kau tentukan –
menyesuaikan waktumu, waktu kita .
Lima menit berselang, stasiun pagi itu makin gaduh, recok
dengan puluhan orang berjejal masuk mengejar kereta. Sementara itu, aku segera
membalikan badan, berjalan ke arah cahaya yang masuk lewat dua pintu besar di
ujung stasiun. Aku benci harus berpisah, bagiku kita tidak pernah benar-benar
berpisah! Jangan katakan itu, jangan hinggap di benakku dengan serbuan kata
berpisahan. Kita masih bisa tertawa, saling berkirim salam dan saling menjaga,
merangkul perasaan yang sempat tertaut.
Hanya satu yang ku rindukan, bagaimana kau membuatku tersenyum
dengan letupan cerita ceriamu, membuatku begitu antusias ketika mendengar nada
dering pesan singkat yang datang di telepon selularku, membuatku selalu
tersenyum melihat rangkaian kata dari balik layar hitam putih itu, membuatku
selalu menunggu untuk bertemu kamu, ya kamu yang di sana, kamu yang sedang
duduk di dalam kereta pukul 09.15.
@permanarikie
*Pic was borrowed from http://vi.sualize.us/12_media_tumblr_azn7wsuv4n7cx3cn6kjgmrlvo1_500_train_black_amp_white_window_picture_4uZQ.html
Alhamdulillah, setelah sebulan berpuasa akhirnya ketemu juga dengan lebaran.
Alhamdulillah juga tahun ini bisa ngumpul bareng keluarga di rumah, masih lengkap dan sehat semuanya.
Perjalanan mudik kali ini memang cukup menyebalkan, ya setelah beberapa tahun nggak mudik pake bus atau travel, akhirnya karena nggak kebagian tiket kereta, saya coba mudik pake travel atas suggest Ibu di rumah.
Tepat tanggal 14 Agustus, Ibu saya memberikan sebuah nomor travel dan memaksa saya untuk menghubungi sekaligus booking travel itu, oke sebagai anak yang sholeh apa boleh buat, saya nurut meskipun hati ini lebih sreg sama bus, entah kenapa!
Nama Travelnya Sahara, biasa lah, anak komunikasi begitu dikasih sebuah clue, langsung googling :D
"Perlakukanlah saya seperti manusia biasa" (Sepenggal Memori Bersama Faisal Basri - Calon Independen Pilgub DKI 2012)
By Riki Rachman Permana - Wednesday, July 11, 2012
Hanya sepenggal pengalaman singkat, menghabiskan menit demi menit dengan ilmu dari sang kandidat yang sederhana
Hari ini, 11 Juli 2012 tepat diselenggarakan Pemilihan Kepala & Wakil Kepala Daerah DKI Jakarta. Hampir setiap hari kita digempur oleh pemberitaan media yang secara khusus meliput jalannya pesta demokrasi di Ibu Kota negara kita. Bosan mungkin dirasa bagi sebagian orang karena toh apa urusan saya dengan Pilkada DKI ini? Ditambah makin hari pemberitaan media dinilai oleh sebagian pengamat menjadi blur alias tak berimbang - cenderung memihak satu kandidat Gubernur.
Ngomong-ngomong soal Pilkada, saya langsung teringat sama skripsi yang saya ambil. Topiknya masih berhubungan dengan Pilkada, namun dalam scope yang lebih kecil lagi. Terpikir oleh saya untuk mengambil topik Political Public Relations pada waktu itu. Bagaimana Public Relations menjalankan praktik hubungan baik dengan media (media relations) untuk memperoleh publisitas positif sehingga calon kandidat Gubernur dapat diberitakan di media massa.
Kalau dipikir-pikir, untuk kandidat yang memang memiliki banyak uang, didukung oleh mesin partai politik yang kuat, masuk menjadi headline di media bukanlah perkara yang sulit. Iklan bisa dijajalkan hampir di semua media mainstream Ibu Kota, toh duit kampanyenya banyak. Apa sulitnya?
Sengaja saya mengambil profil tim sukses calon Gubernur Independen Faisal Biem. Menariknya Pilkada DKI kali ini akan dimeriahkan oleh kandidat independen (perseorangan) yang bukan berasal dari partai politik. Gila juga nih orang *kata saya* berani nyalon jadi Gubernur DKI Jakarta, dengan keterbatasan sumber dana (jika dibandingkan dengan parpol yang tentu punya banyak duit).