"Perlakukanlah saya seperti manusia biasa" (Sepenggal Memori Bersama Faisal Basri - Calon Independen Pilgub DKI 2012)

By Riki Rachman Permana - Wednesday, July 11, 2012


Hanya sepenggal pengalaman singkat, menghabiskan menit demi menit dengan ilmu dari sang kandidat yang sederhana

Hari ini, 11 Juli 2012 tepat diselenggarakan Pemilihan Kepala & Wakil Kepala Daerah DKI Jakarta. Hampir setiap hari kita digempur oleh pemberitaan media yang secara khusus meliput jalannya pesta demokrasi di Ibu Kota negara kita. Bosan mungkin dirasa bagi sebagian orang karena toh apa urusan saya dengan Pilkada DKI ini? Ditambah makin hari pemberitaan media dinilai oleh sebagian pengamat menjadi blur alias tak berimbang - cenderung memihak satu kandidat Gubernur. 

Ngomong-ngomong soal Pilkada, saya langsung teringat sama skripsi yang saya ambil. Topiknya masih berhubungan dengan Pilkada, namun dalam scope yang lebih kecil lagi. Terpikir oleh saya untuk mengambil topik Political Public Relations pada waktu itu. Bagaimana Public Relations menjalankan praktik hubungan baik dengan media (media relations) untuk memperoleh publisitas positif sehingga calon kandidat Gubernur dapat diberitakan di media massa. 

Kalau dipikir-pikir, untuk kandidat yang memang memiliki banyak uang, didukung oleh mesin partai politik yang kuat, masuk menjadi headline di media bukanlah perkara yang sulit. Iklan bisa dijajalkan hampir di semua media mainstream Ibu Kota, toh duit kampanyenya banyak. Apa sulitnya? 

Sengaja saya mengambil profil tim sukses calon Gubernur Independen Faisal Biem. Menariknya Pilkada DKI kali ini akan dimeriahkan oleh kandidat independen (perseorangan) yang bukan berasal dari partai politik. Gila juga nih orang *kata saya* berani nyalon jadi Gubernur DKI Jakarta, dengan keterbatasan sumber dana (jika dibandingkan dengan parpol yang tentu punya banyak duit).


Sebetulnya fokus skripsi saya memang bukan tentang sosok Faisal Basri, seperti sudah saya jabarkan sebelumnya secara simple saya hanya mengamati bagaimana PR bermain dengan media di arena politik untuk meningkatkan publisitas satu calon kandidat Gubernur. Namun, dosen penguji saya menyarankan agar mewawancarai Bang Faisal Basri sebagai informan dalam penelitian ini. 

Jujur, Bang Faisal Basri merupakan orang yang terakhir saya wawancarai karena cukup sulit bertemu dengan beliau. Beberapa kali mencoba namun jadwal beliau sangat padat. Akhirnya di suatu sore, saya bertemu langsung dengan beliau. Deg-degan! ini calon Gubernur bro! haha... 

Beliau duduk dikelilingi oleh wartawan yang pada waktu itu sedang mewawancarai beliau *sayang tidak saya abadikan dengan kamera karena terlalu grogi* Akhirnya saya pun ikut nimbrung, setelah wartawan selesai, saya ungkapkan kalau saya butuh mewawancarai Abang untuk keperluan skripsi. Dan apa jawaban Bang Faisal? Dia dengan senang hati mau membantu skripsi saya! 

Inilah hasil percakapan saya dengan Abang, tidak saya publikasikan seluruhnya, karena salinan transkrip yang asli hampir mencapai 7 lembar :) Wawancara ini kami lakukan di Rumah Faisal-Biem pada tanggal 4 Februari 2012 

Pertama kalau saya tangkap, media selalu memberitakan Bapak dari jalur independen. Apakah memang itu merupakan salah satu pesan utama yang sengaja ingin Bapak sampaikan?
Iya kalau tadi sebagian sudah Anda denger kan, independen kita bukan karena kita
dicampakkan oleh partai, nggak. Jadi kita secara sadar membangun infrastruktur untuk
maju sebagai calon independen. Ada juga kan, dia ngelamar di partai, ditolak jadi
independen. Atau dua-duanya daftar juga di partai, independen juga karena vision-nya
beda, tapi buat kita independen itu sebagai upaya untuk mengoreksi kehidupan politik di
negara kita.
 Goal utama dari komunikasi politik yang Bapak lakukan?
Untuk menyampaikan gagasan-gagasan seluas mungkin pada warga seluas mungkin.
Menang dalam Pilkada bukan goal akhir Bapak?
Menang kan sesuatu yang dilandasi oleh keyakinan ya, kalau saya tidak punya keyakinan
untuk menang saya tidak akan maju. Bukan keyakinan 100%, nggak 100% tapi kita maju
dengan kesadaran penuh bahwa kita punya peluang akan menang, dan media salah satu
instrumen yang sangat penting, sangat penting.
Semangat karena ingin menang itu Pak yang menyatukan tim?
Bukan dilihat dari itunya saya kira, ada sesuatu yang kita perjuangkan konkret. Ya kalau
menang sih itu konsekuensi dari usaha kita, tapi bukan itunya kog. Ada satu gagasan yang
kita perjuangkan bersama yaitu kehidupan politik di masa mendatang yang lebih baik.
Saat ini apa saja kendala yang dihadapi Bapak beserta tim di sini?
Banyak lah. Tenaga, sumberdaya manusia masih kurang kita tidak bisa meng-hire orang
fulltime gitu kan. Kedua ya dana, itu lumayan sulit.
Kalau tadi masalah tantangan, Bapak melihat peluang Bapak sendiri dalam
kontestasi politik sebagai kandidat independen seperti apa Pak?

Buat menang? tercermin dari wajah-wajah mereka (sembari menunjuk pada tim yang
sedang briefing di ruang tengah). We share all together, ini tentang keyakinan, momen
emas bagi kita karena tingkat kebencian masyarakat pada partai itu sudah kian memuncak
saat ini. Jadi kalau ada yang maju dari independen, wahh ini nih independen nih jadi
momentum ya. Temen-temen di sini pulang malem sampai ninggalin istri, mereka nggak
minta balesan, nggak. Waktu malem tahun baru, kita undang keluarga, istri-istri mereka.
Sekaligus saya mau maaf dan terima kasih kepada istri-istri mereka. Saya bilang, “nggak
usah khawati suami-suaminya di sini terus kok”.
Bapak ingin dicitrakan bagaimana di media sebagai sosok yang berbeda dengan
kandidat lainnya?

Saya tidak pernah punya niat tertentu pengen dicitrakan sebagai apa, nggak. Jadi saya
pengen ya Faisal dilihat sebagai manusia biasa aja. Perlakukanlah saya sabagai manusia
biasa gitu. Jangan dianggap apa-apa, rese deh! Kayak kemaren macet jadi saya parkir
mobil di hotel Sultan, pas pulang balik ke hotel buat ambil mobil karena saya nyetir
sendiri anak-anak tanya, dianterin jangan Bang?” Saya bilang, “nggak usah, nggak usah”.
Jadi kebahagian itu akan Anda rasakan tatkala Anda diperlakukan sebagai manusia biasa.
Saya gitu, suka jajan di pinggir, naik kereta api, naik ojek, tegur kalau saya salah. Wah
kacau nih saya makan melulu, belum makan nih saya, makanya makan buah terus.
Bapak tidak ingin mencoba menonjolkan sisi lain Faisal Basri kepada media?
Menarik loh Pak itu bagi media, kandidat lain mungkin melakukan taktik itu.

Saya nggak suka, misalnya kehidupan pribadi terlalu dilibatkan, keluarga terlalu
dilibatkan gitu, semua ada porsinya. Mereka udah banyak berkorban gitu, mereka juga
nggak nyaman. Kepengennya tuh kalau pergi sama Ayahnya, ya pengen kayak Ayah-
Ayah yang lain. Kalau yang lain kan misalnya mau makan ada yang bayarin, rokok, tiket
lah kalau saya nggak lah. Saya ingin perlakukan mereka seperti itu, kehidupan yang
alami.
Itulah Abang, sosoknya sederhana. Berkali-kali menawari saya rambutan sembari diwawancarai. Kesederhanaan beliau serta  kedalaman ilmu yang dimiliki mengingatkan saya pada peribahasa "Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk".

@permanarikie

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Halo, gimana pendapatmu setelah membaca tulisan di atas?